Rabu, 11 April 2012

Homoseksual Gerilya untuk Ubah UU Perkawinan

Dengan dikabulkannya gugatan terhadap UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 oleh Mahkamah Konstitusi nampaknya akan dijadikan momentoleh kelompok tertentu untuk melangkah lebih jauh.

Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali mengendus adanya gerakan dari sekelompok orang tertentu yang ingin mengubah UU Perkawinan. Lebih jauh kelompok tersebut menginginkan pelegalan pernikahan sesama jenis di antara mereka.

Pernyataan ini diungkapkan Suryadharma usai memberi sambutan dalam Mukerwil II dan Silaturahmi Ulama PPP Jabar di Hotel Panghegar,Kota Bandung, Selasa malam (10/4/2012) kemarin.

“Ada keinginan untuk mengubah UU Perkawinan oleh kelompok tertentu dan lembaga lain, termasuk dari kaum gay dan lesbian,” ujarnya.

Menurut Menag, kelompok gay dan lesbian menilai UU Perkawinan yang berlaku di Indonesia dianggap diskriminatif karena hanya mengatur pernikahan beda jenis.

Sementara kaum gay dan lebian merasa tidak diwadahi untuk menikah yang diakui negara karena tidak diatur dalam UU Perkawinan yang telah ada.

Gerakan tersebut, sambung Menag, menginginkan pelegalan pernikahan perempuan dengan perempuan dan laki-laki dengan laki-laki seperti yang telah diakui dibeberapa negara Barat. Sehingga jika negara tidak mengakui perwakinan mereka, negara dianggap masih diskriminatif terhadap warga negaranya.

“Selama belum ada UU yang mengakui mereka berarti menghalangi perkawinan antara perempuan dengan perempuan dan laki-laki dengan laki-laki,karena seperti itu idealisme yang mereka perjuangkan,” jelas Suryadharma.

Guna mengantisipasi gerakan tersebut semakin kuat, Suryadharma mengaku sudah menyampaikannya pada para ulama. Menag sendiri berharap para ulama dapat menyamakan persepsi tentang pernikahan sesama jenis,sehingga umat tidak bingung soal status hukumnya.Serta menghimbau khususnya umat Islam untuk mewaspadai gerakan kelompok tersebut yang mencoba mencari dukungan kepada kelompok atau lembaga tertentu.

Seperti diketahui, belum lama ini Rancangan Undang-undang Keadilan dan Kesetaraan Gender (RUU KKG) semat dibahas secara terbuka di DPR yang akhirnya melahirka sikap penolakan kalangan Muslim.

MUI Tolak Perkawinan Sejenis

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menegaskan, di Indonesia tidak ada tempat bagi perkawinan sesama jenis, baik sesama laki maupun perempuan.

“Untuk Indonesia, menurut saya tak ada tempat sama sekali bagi perkawinan sesama jenis,” kata Sekertaris Umum MUI Jabar Rafani Achyar saat dihubungi wartawan, Rabu (11/4/2012).

Sebab, sambung dia, Indonesia merupakan negara yang berdasarkan Ketuhanan YME. Artinya, negara memberikan kedudukan penting bagi agama.

“Sedangkan setiap agama kan melarang perkawinan sesama jenis, bukan hanya Islam saja,” katanya.

Menurutnya, gagasan perkawinan sesama jenis muncul bukan berdasarkan agama, tetapi ditopang argumen HAM dan kebebasan.

Rafani memahami kecurigaan Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali yang mencium gerakan legalisasi pernikahan sesama jenis dengan ingin mengubah UU Perkawinan.

Sebenarnya masalah yang dikemukakan Menag sudah diwaspadai MUI Jabar. Dia mengakui ada upaya untuk melegalkan pernikahan sesama jenis dengan cara mengubah UU Perkawinan.

“Memang perkawinan sesama jenis sudah menjadi pembicaraan di MUI, cuma gerakan tersebut belum pasti, baru angin lalu. Kami belum tahu siapa-siapanya,” katanya.

Terlepas serius atau tidak gerakan yang ingin melegalkan perkawinan sesama jenis itu, MUI sudah melakukan antisipasi. “MUI dari sekarang mencegahnya. Jangankan berbentuk RUU, jadi wacana pun tidak boleh,” tegasnya

Ratusan Muslimah Pattani Diperkosa Tentara Thailand



http://fimadani.com . Pattani tidak hanya bersimbah darah. Kehormatan para Muslimah pun dirampas oleh tentara Thailand yang beragama Budha yang dikirim pemerintah Thailand ke Pattani.

“Tentara-tentara sering memperkosa Muslimah, mereka menaiki rumah para muslimah, para tentara bejat ini tidak segan-segan menggoda para muslimah, memperkosanya lalu terus dibunuh,” kata Umi Madinah, perwakilan Muslimah Pattani dari Pattani United Liberation Organization kepada media Senin malam (5/3).

Tragisnya, jumlah Muslimah korban perkosaan tentara Thailand, bukan dalam hitungan jari. Akan tetapi, mencapai ratusan orang. Dampaknya, banyak anak-anak hasil perkosaan tentara Tahiland di bumi Pattani.

“Itu sering terjadi. Banyak para anak di Patani tidak tahu siapa ayahnya, karena mereka hasil dari perkosaan tentara Thailand dan para tentara tidak mau bertangung jawab. Kalau boleh dikatakan sudah ratusan anak yang tidak tahu siapa bapaknya,” ujarnya

Aktivitas muslimah Patani sendiri biasanya menjadi tenaga pengajar dan pengering ikan di tepi laut. Sedangkan muslimah di daerah pedalaman mereka bekerja pada sektor perkebunan. Namun permasalahannya, kini mereka tidak lagi berani keluar untuk berkebun.

“Mereka masih trauma dan khawatir akan diperkosa tentara Thailand di luar rumah,” sambung Umi Madinah.

Permasalahannya kemudian adalah para tentara Thailand juga membuat semacam karantina bagi para janda beserta anaknya. Di sana mereka mendapati pencucian otak untuk mendukung pemerintah Thailand dan membenci mujahid Pattani.

“Di sana tentara Thailand melakukan brainwash dengan mengatakan ‘suami kamu jahat, bapak kamu jahat’, jadi diberi pertolongan tapi dicuci otaknya,” tukasnya

“Umi mewakili muslimah Patani meminta kepada muslimah Indonesia untuk selalu mendoakan kami. Kuatkan iman kami agar kami bisa terus berjuang,” ungkap Umi Madinah pilu.

Sekitar 5.000 janda dan anak yatim menanti uluran tangan kaum muslimin. Mereka harus bertahan dalam kondisi ditinggal suaminya. “Para suami ditangkap. Istri mereka tidak tahu ke mana suami-suami mereka pergi. Banyak dari para suami dibunuh,” paparnya

Anak-anak yang ditinggal oleh ayahnya ini pun mendapat ancaman baru. Simpati dan kecintaan mereka terhadap para pejuang Pattani ingin dihancurkan penjajah Thailand. Banyak dari para anak ini ditawari narkoba. Mereka dikarantina di sebuah ruangan lalu didoktrin tentara Thailand untuk membenci perjuangan.

“Mereka didoktrin bahwa yang membunuh ayahnya adalah para pemberontak. Maka kami khawatir ketika besar mereka akan membenci pejuang Pattani dan balik melawan kami. Inilah politik adu domba,” tandas Umi Madinah.

Dimana Jilbabmu, Saudariku?



Pake baju apa ya hari ini? Begitu kira-kira yang terlintas otomatis di pikiran kita setiap hari. Lintasan pertanyaan seperti itu mungkin bukan hanya bagi mereka yang mementingkan penampilan saja, bagi yang sembrono sekalipun. Perbedaannya hanya pada pilihan yang dibuat. Yang dandy akan selalu tampil rapi, matching, dengan padu padan yang pas dan sempurna. Sedang yang lain mungkin tidak terlalu peduli.

Pakaian, sedikit banyak akan menggambarkan identitas pemakainya. Seperti apa seseorang akan nampak tercermin dari pakaian yang melekat di tubuhnya meski tidak mewakili keseluruhan. Namun itulah yang akan dinilai pertama kali oleh orang yang melihat. Terlebih lagi untuk seorang muslimah. Memilih baju tentu bukan sekedar yang disuka. Ada norma kepantasan mutlak yang dituntunkan, langsung dari langit.

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita..”(QS. An-Nuur : 31).

Saat ini memang tak lagi seperti era tahun 80-an atau awal 90-an. Dimana berkerudung menjadi sebuah perjuangan yang sangat berat. Ditentang, dipersulit, didiskriminasi. Jaman sudah berubah, sekarang telah ada begitu banyak kemudahan. Tak perlu lagi khawatir ancaman guru untuk tidak memasang foto berkerudung di ijazah. Tak perlu khawatir tidak lolos wawancara kerja karena berjilbab. Alhamdulillah, semua serba mudah. Bahkan berjilbab pun tidak lagi menjadi ancaman penghalang untuk berpenampilan modis. Ada banyak pilihan model, warna, dan gaya, sehingga muslimah tidak perlu takut terlihat jadul dan ngga gaul. Namun, amat disayangkan, segala kemudahan itu tidak kemudian dibarengi dengan penanaman pemahaman yang benar. Jilbab yang fitrahnya sebagai penutup aurat, malahan diselewengkan hanya sekedar sebagai ‘alat’ pemercantik diri. Berapa banyak saudari kita yang berjilbab namun penampilannya masih tak kalah seksi dengan para penyanyi dangdut? MasyaAllah.. Atas nama mode, ukuran syar’i telah dipangkas dan dimodifikasi. Sehingga muslimah sekarang cenderung bukan berjilbab, namun sekedar ‘menutup kepala’.

Dalam hal ini, saya tidak dapat menyalahkan, meskipun juga tidak membenarkan. Saat ini godaan untuk tidak berjilbab begitu luar biasa. Pun bahkan hanya untuk berkerudung yang sekedarnya. Perang pemikiran yang dilakukan musuh-musuh Islam sudah demikian hebatnya. Banyak sekali cara yang dilakukan oleh pihak yang sangat tidak ingin Islam menjadi jalan hidup umatnya. Proses cuci otak itu berlangsung demikian terstruktur dan halus. Hingga sebagian besar muslimah termasuk yang ada di negeri ini, bahkan tidak sadar bahwa berjilbab itu adalah suatu kewajiban syariat. Sebagaimana wajibnya shalat lima waktu, puasa Ramadhan, dan kewajiban-kewajiban lain yang melekat dalam Islam. Karena Islam itu integral. Menyeluruh. Syamil wa mutakamil.

“Hai orang-orang yang beriman! masuklah ke dalam islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syetan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah : 208)

Bagi beberapa orang, pilihan untuk berjilbab mungkin sesuatu yang mudah, karena bisa jadi sudah dibiasakan dan dipahamkan oleh orang tua sejak kecil. Namun bagi sebagian lainnya, untuk memutuskan berjilbab dibutuhkan keberanian dan perjuangan yang berat. Ada begitu banyak pertimbangan, terlebih pandangan bahwa merasa dirinya belum baik, sehingga belum pantas berjilbab. Satu pemahaman yang sengaja dihembuskan agar kita ragu-ragu. Agar kita menunda untuk berjilbab. Padahal sungguh, setiap muslimah itu memang sudah sepantasnya berjilbab. Karena berjilbab itu adalah bentuk penghormatan yang diberikan Allah kepada kita. Yang tidak diberikan kepada wanita manapun selain kita. Ya, hanya kita. Karena kita makhluk spesial.

Salah satu lingkungan yang dapat mendukung proses berjilbab adalah kampus. Pada beberapa kampus, dakwah bisa begitu berkembang dengan mudah. Di lingkungan kampus yang cenderung homogen, sosialisasi untuk berpakaian syar’i dilakukan terus-menerus. Baik melalui kajian-kajian ataupun melalui pendekatan personal. Sehingga peningkatan pemahaman sekaligus keistiqomahan itu tidak terlalu sulit untuk dipertahankan para aktivis dakwah di dalamnya akan selalu siap untuk saling mendukung dan mengingatkan. Satu hal kecil, seperti lupa memakai kaos kaki setelah wudhu akan segera membuat rekan-rekan seperjuangan mengernyitkan keningnya sehingga yang terlupa segera tersadar. Namun selepas dari kampus, ketiadaan rekan dan partner dalam kebaikan bisa jadi sangat berperan untuk menggoyahkan keistiqomahan. Sehingga terkadang tidak lagi dianggap sebagai hal yang aneh ketika kemantapan untuk berpakaian syar’i menjadi timbul tenggelam. Bahkan kemudian padam.

Sebenarnya urusan pakaian ini tidak lagi layak untuk diperbincangkan bagi mereka yang telah mengerti dan telah diberi pemahaman ilmu syar’i yang mencukupi. Allah sudah begitu jelas memberikan batasan, bagian mana yang harus ditutup, bagian mana yang boleh diperlihatkan. Semua sudah jelas. Namun, tidak dapat dihindari masih ada beberapa rekan kita yang dulu terlihat begitu anggun dengan jilbab yang berkibar-kibar kemudian melepaskan satu-persatu atribut kemuslimahannya. Mengecilkan ukuran jilbabnya sampai batas tidak syar’i dan kembali pada penampilan yang sama seperti sebelum paham tentang batasan menutup aurat.

Memang ada yang berpendapat, meskipun jilbabnya kecil asal tetap syar’i tidak apa-apa, toh dalam berda’wah kita memang harus berbaur, agar tidak dipandang fanatik dan akhirnya menjauhkan kita dari objek da’wah. Baiklah, ketika niatnya dan kondisinya seperti itu, semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan baginya dan usahanya dalam berdakwah. Namun bagi yang kemudian hanya (asal) tetap berkerudung, waduh!! Dengan tidak menanggalkan prasangka baik, saya pikir tindakan tersebut tidak serta-merta dapat dimaklumi. Bagi mereka yang baru berhijab, mungkin tidak apa-apa, karena pemahamannya belum utuh dan perbaikan serta peningkatan itu akan terus berlanjut, Insya Allah. Namun untuk para aktivis da’wah, rasanya kok menyedihkan. Dimana ghirah yang dulu senantiasa meletup, dimana janji-janjinya untuk senantiasa setia memegang agama?

Masa-masa dakwah di kampus idealnya dapat membekali seluruh aktivis dan kadernya minimal untuk dapat bertahan ketika terpaksa sendiri di dunia luar. Atau lebih jauh membuat mereka mampu, tidak hanya untuk bertahan tapi juga mewarnai lingkungan sekitarnya. Ibaratnya seperti tanaman, di kampus adalah waktu dimana benih ditanam ke dalam polly bag, ditempatkan di bawah tempat teduh, diberi air dan pupuk dengan takaran yang sesuai. Cukup untuk membuatnya dapat ditanam di tanah yang sebenarnya, tumbuh membesar, berbuah atau kalau tidak berbuah setidaknya membuat tempatnya tumbuh menjadi teduh dan sejuk.

Saya tidak sedang menghakimi. Tidak, sekali-kali tidak. Saya hanya sedang bertanya-tanya, apa yang salah? Dimana yang salah? Kefuturan saudari seperjuangan tetap saja menggores luka di hati. Meskipun sudah merupakan sunatullah, ketika ada yang datang dan pasti ada yang pergi.

Yah, pastinya ukuran jilbab dan cara berpakaian tidak dapat digunakan untuk mengukur kadar keimanan seseorang, tidak dapat menunjukkan kedudukan mereka di sisi Allah. Bisa jadi Allah menganugerahkan kebaikan yang besar untuk mereka, bahkan sangat mungkin jiwa mereka lebih mulia daripada akhwat yang jilbabnya melambai-lambai saking besarnya. Namun sembari tidak berhenti berdoa dan berharap mereka akan kembali, saya hanya dapat menyerahkan pilihan tersebut ke tangan mereka. Karena bagaimanapun inginnya saya, diri mereka tetaplah milik mereka. Sedang hati mereka ada dalam genggaman-Nya. Maka hanya doa tulus yang bisa saya panjatkan, agar Ia berkenan mengembalikan hidayah yang pernah bersemayam indah dalam dada saudari saya semuanya. Kita memang punya hak memilih Saudariku, namun kita pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas pilihan-pilihan itu kelak di hadapan-Nya

‘Maka Dia mengilhamkan kepada jiwa (jalan) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams : 8-10)

Tri Susio R, Jakarta


Jilbab Akan Senantiasa Memuliakanmu, Saudariku




Maha Suci Allah yang tidak pernah keliru di dalam merencanakan segala sesuatu. Skenario yang diciptakannya sangat sempurna, tidak terdapat cacat sedikitpun. Setiap
risalah yang Dia turunkan kepada umat manusia senantiasa selaras dengan fitrahnya sehingga sungguh tidak masuk akal ketika terdapat penentangan atau mosi tidak percaya yang ditujukan kepada kalam-Nya yang suci. Satu hal yang perlu diketahui bahwa semua aturan yang diciptakan oleh-Nya dilandasi oleh rasa yang merupakan perpaduan antara cinta, kasih sayang, kelembutan, dan perhatian-Nya. Perlakuan-Nya yang indah untuk hamba-hambaNya ini tidak terdikotomikan oleh hal apapun, pun dalam masalah jilbab. Sungguh luar biasa Allah, telah memberikan aturan yang apabila dicermati, maka aturan tersebut justru akan semakin meningkatkan derajat wanita. Aturan itu adalah bagaimana wanita harus menutupi auratnya.


“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri orang-orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu.”
– (Al-Ahzab: 59)

Penggalan ayat di atas merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah untuk kaum Hawa. Paras yang rupawan dan penampilan yang dapat menimbulkan ketertarikan merupakan sunnatullah yang terdapat di dalam diri kaum wanita. Keindahan yang Allah berikan secara khusus kepada wanita ini dapat menimbulkan fitnah dan bencana apabila diletakkan di tempat yang salah. Di zaman Jahiliyyah dahulu, banyak sekali wanita yang dilecehkan bak binatang. Hal tersebut terjadi karena wanita yang tidak pandai menjaga auratnya dengan baik. Perintah berjilbab justru bentuk perhatian Allah pada kaum Hawa agar kaum Hawa terhindar dari pelecehan dan perlakuan kurang senonoh.

Di zaman kekhalifahan Abbasiyah, Khalifah al-Mu’tashim menunjukkan pada dunia saat itu bahwa betapa Islam sangat meninggikan kedudukan seorang wanita. Izzah yang ditunjukkan oleh al-Mu’tashim saat itu sangat terasa, bahkan membuat pihak kawan dan lawan segan terhadapnya. Dikisahkan ada seorang wanita yang roknya sengaja dikaitkan pada paku oleh seorang Romawi sehingga membuat aurat wanita tersebut tersingkap saat ia hendak beranjak berdiri. Wanita tersebut tidak menerima perlakuan seperti itu kemudian ia melaporkan hal tersebut kepada khalifah. Mendengar wanita tersebut dilecehkan seperti itu, khalifah dengan segera mengumpulkan pasukan untuk menyerang Romawi. Hal yang membuat siapapun gemetar kala itu adalah pasukan yang al-Mu’tashim kirim sangat banyak jumlahnya, bahkan tidak terputus sejak pintu luar istana hingga masuk daerah kekuasaan Romawi. Semua itu dilakukan oleh al-Mu’tashim hanya karena ia tidak ingin melihat kemuliaan wanita yang seharusnya terselimuti jilbab itu terampas secara hina. Subhanallah.

Kecantikan fisik pada wanita merupakan sebuah harta yang sangat berharga karena Allah sendiri yang mengistilahkan bahwa aurat wanita adalah perhiasan. Perhiasan wanita ini akan sangat tinggi nilainya manakala keotentikan serta keindahannya tetap dijaga dan dilindungi. Semakin baik seorang wanita menjaga perhiasannya, semakin mulia pula kedudukan seorang wanita. Kecantikan ini juga merupakan salah satu nikmat dan anugerah yang diberikan Allah untuk kaum wanita. Oleh karena itu, salah satu bentuk syukur atas nikmat ini adalah dengan cara menjaga perhiasan itu dengan baik. Proses menjaganya pun tidak hanya sekedar menjaga, namun dengan cara yang disukai Allah. Allah berfirman,

“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya” – (An-Nur: 31)

Ayat tersebut menekankan 2 hal tentang jilbab :

  1. Larangan untuk menampakkan perhiasan (aurat) kecuali yang boleh tampak
  2. Perintah untuk menjulurkan jilbab hingga ke dada

Rasulullah menegaskan batasan bagian tubuh wanita yang boleh tampak di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu anha,

“Dari Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata : Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haidh (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini (sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan)” (HR. Abu Daud dan Baihaqi)

Dengan tertutupnya aurat dengan jilbab, wanita tidak akan terjerumus menjadi media bagi setan untuk menggoda dan melecehkan akhlaq manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Pakaian yang sesuai dengan anjuran Allah akan melindungi pemakainya dari godaan setan dimanapun ia berada. Bagi wanita yang memakai jilbab, pada umumnya dapat merasakan adanya semacam pengingat diri untuk tidak melakukan hal-hal yang terlarang dan dicela oleh syara. Dengan kata lain, jilbab dapat dikategorikan sebagai pengontrol perilaku wanita guna menyelamatkan kehormatan dirinya dari berbagai macam godaan setan.

Hal terakhir yang menjadi buah manis dari pengenaan jilbab sadar ataupun tidak adalah bertambahnya level kecantikan. Tidak hanya terlihat cantik di mata manusia, namun terlihat elok juga di mata Allah. Tiada kebahagiaan yang paling indah dirasa selain terlihat mulia di mata Allah hingga Allah secara pribadi mengeluarkan pujian indah-Nya. Kedudukan yang tinggi di mata Allah akan menjadikan kedudukan di mata manusia menjadi tidak berarti sama sekali. Oleh karena itu, sungguh beruntung bagi wanita yang mendapatkan lirikan khusus dari Allah karena kerendahan hatinya untuk tunduk patuh pada anjuran yang telah Allah tawarkan dalam mengenakan jilbab.

Berbahagialah bagi wanita yang telah rapi dalam mengenakan jilbabnya. Ketenangan hati, perlindungan khusus dari Allah, kemuliaan di mata manusia dan di mata-Nya, nikmat yang melimpah, jiwa yang bersih, petunjuk dan hidayah-Nya yang mahal, dan syurga-Nya yang indah insya Allah akan ia dapatkan manakala wanita mengindahkan anjuran yang Allah tawarkan ini.

Semoga Allah senantiasa merahmati dan memuliakan kedudukan wanita yang senantiasa menjaga dirinya dengan menutupi tubuhnya dengan jilbab yang dianjurkan-Nya.

Wallahu’alam bisshawab

Oleh: Fauzi Achmad Zaky, Cimahi